Duck syndrome atau sindrom bebek kerap menggambarkan keadaan
mahasiswa saat ini, duck syndrome pertama kali dikemukakan di Stanford
University, Amerika Serikat untuk menggambarkan persoalan yang terjadi direngah
mahasiswanya. Istilah ini menganalogikan bebek yang berenang seolah sangat tenang,
tetapi kakinya berjuang keras untuk bergerak, agar tubuhnya tetap bisa berada di
atas permukaan air.
Hal tersebut di gambarkan dengan
situasi seseorang yang terlihat tenang dan baik-baik saja, akan tetapi
mengalami banyak tekanan, stres serta kepanikan dalam mencapai tujuan dalam
hidupnya, seperti harus memenuhi ekspetasi orang tua dan lain sebagainya. Walau
demikian penderita duck syndrome
masih dapat produktif dan beraktivitas dengan baik disebabkan ketahanan yang
cukup baik, disisi lan penderita duck
syndrome juga beresiko untuk mengalami masalah kejiwaan tertentu seperti
depresi.
Ada beberapa faktor yang dapat
meningkatkan resiko penderita duck
syndrome antara lain :
Tuntutan akademik di lingkungan
sekolah atau universitas kerap membuat seseorang harus berjuang untuk meraih
ekspetasi yang diharapkan, namun tidak jarang ketika merasa gagal seseorang
akan terus berjuang walau merasa
tertekan dan mengalami ganguan kecemasan yang berlebih.
Ekspetasi Orang Tua
Seorang anak akan melakukan yang
terbaik untuk memenuhi ekspetasi orang tuanya, hal ini kerap membuat anak
selalu dihantui rasa takut jika tidak bisa memenuhi ekspetasi tersbut, tidak
jarang hal ini dapat menimbulkan depresi bagi anak.
Pola Asuh Helikopter
Pola asuh dengan pengawasan orang
tua yang menyeluruh sering membuat anak merasa terkekang, seharusnya anak
diberi kepercayaan serta sedikit kebebasan untuk mengeksplor kemampuan dirinya.
Anank-anak yang berada dibawah pola asuh seperti ini sering terlihat tenang
namun sering merasa tertekan.
Pengaruh Media Sosial
Media sosial pastinya memiliki
dampak yang positif ataupun negatif, salah satu dampak negatifnya adalah dengan
media sosial seseorang sering membandingkan hidup serta pencapaian orang lain
dengan pencapaian dirinya. Secara tidak langsung hal ini dapat menggangu mental
seseorang, tertertekan dan dapat sering merasa cemas.
Perfeksionis
Keyakinan bahwa seseorang harus
menjadi sempurna untuk mencapai kondisi di berbagai aspek merupakan salah satu
yang menyebabkan resiko duck syndrome,
seseorang akan melakukan apapun untuk mencapai kesempurnaan bahkan tanpa
memerhatikan kesenangan dan kenyamanannya.
Self-Esteem yang Rendah
self-esteem bisa didefinisikan
sebagai seberapa besar seseorang dapat menghargai dan menyukai diri sendiri,
terlepas dari kondisi yang dialami.
Ada beberapa hal yang dapat di
lakukan untuk mengatasi duck syndrome
seperti melakukan konseling denga pembimbing akademik disekolah atau dikampus,
mengenali kapasistas dan kemampuan diri, belajar untuk mencintai dan menghargai
diri sendiri, jalani gaya hidup yang sehat dan berpikir positif, selalu luangkan
waktu untu me-time guna mencegah stress,
dan jauhi media sosial untuk beberapa waktu, Hal-hal tersebut dapat dilakukan
untuk mengurangi resiko duck syndrome.
0 Comments