Kita mungkin sudah bosan dengan
pemberitaan korupsi di media massa yang kita konsumsi setiap hari. Kita pasrah,
karena merasa tak mampu menghindar dari sistem yang korups. Bahkan, kita
mungkin tak sanggup lagi mempertahankan idealisme kejujuran karena derasnya
arus yang harus dilawan. Pada tahun 2005, menurut data political Economic
and Risk Consultancy, Indonesia menempati urutan pertama
sebagai negara terkorup di Asia. Jika dilihat dalam kenyataan sehari-hari
korupsi hampir terjadi di setiap tingkatan dan aspek kehidupan masyarakat.
Tanpa disadari, korupsi muncul dari kebiasaan yang dianggap lumrah dan wajar
oleh masyarakat umum. Seperti memberi hadiah kepada pejabat/pegawai negeri atau
keluarganya sebagai imbal jasa sebuah pelayanan. Kebiasaan itu dipandang lumrah
dilakukan sebagai bagian dari budaya ketimuran. Kebiasaan koruptif ini lama-lama akan menjadi bibit-bibit korupsi
yang nyata.
Diperlukan strategi dan upaya antisipatif agar mereka
(para pemimpin masa depan) tidak terjangkiti 'virus korupsi'. Inilah salah satu
tujuan adanya 'pembelajaran korupsi'.
Benar, memang tak ada mata pelajaran
korupsi dalam kurikulum kita. Dan untuk menambahkannya, prosedur terlalu
berbelit-belit. Tapi kita dapat mengintegrasikan bahasan tentang korupsi dalam
pembelajaran mata pelajaran yang ada, misalnya pelajaran matematika, bahasa,
atau pelajaran ilmu sosial. Pembelajaran korupsi seyogyanya bukan hanya untuk
tujuan kognitif atau psikomotorik, tapi juga membangun nilai afektif. Misalnya
anak memahami dan menyadari bentuk-bentuk korupsi, dampaknya terhadap
kehidupannya, keluarganya, masyarakat, dan bangsa). Mereka diharapkan sedini
mungkin menyadari rendahnya martabat dari seorang koruptor. Hal ini sesuai
tujuan pendidikan nasional UU NO 20 tahun 2003 Bab II Pasal 3 bahwa pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat.
Mengajarkan anti korupsi melalui
matematika, Menghitung Angka, Memahami Nilai Sebuah Kerugian Pelajaran
matematika memiliki banyak tema yang bisa digunakan. Ada operasi bilangan
statistik, pengukuran dan lain-lain. Semua ini bisa menjadi acuan dalam
mengajarkan korupsi. Seorang guru dapat memilih tema 'Awas Korupsi!' atau
'Ancaman Korupsi' selama periode
sebulan. Jadi semua topik matematika pada bulan itu dibahas berdasarkan tema
tersebut. Beberapa hal dapat dilakukan untuk memfasilitasi siswa mencapai
tujuan belajar matematika. Misalnya, memberi kesempatan siswa mendiskusikan dan
menyepakati definisi korupsi.
Di sini, siswa berlatih
mengkomunikasikan ide-idenya dan secara bersama-sama membuat kesepakatan
tentang definisi tersebut. Definisi akan membantu mereka mengidentifikasi
contoh atau bukan contoh dari suatu tindak korupsi. Mereka bisa mendiskusikan
contoh-contoh di sekitar mereka. Misalnya "Apakah sopir bus yang tidak
memberikan tiket bus adalah sebuah tindak korupsi". Dalam pengajaran
bilangan misalnya, kita berharap anak mengerti bilangan satu juta dan satu
miliar (bilangan yang dipilih tentu tergantung dari level kelasnya).
Pembelajaran ini bukan hanya sekedar menginformasikan bahwa satu juta mempunyai
enam nol (1.000.000) dan satu miliar mempunyai sembilan nol (1.000.000.000),
tetapi siswa dibantu memahami seberapa besar nilainya. Misalnya, seberapa
banyak satu juta biji jagung? Atau, satu miliar rupiah? Ini terkait dengan
'number sense'. Contoh yang kontekstual dengan kehidupan sehari-hari akan
mempermudah siswa memahami makna dan dampak korupsi, dan diharapkan membuat
mereka menjadi generasi anti-korupsi. Ketika sebuah berita di koran menyebutkan
'Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut kasus aliran dana Bank
Indonesia (BI) sebesar Rp 100 miliar yang disalurkan melalui Yayasan
Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI)", guru perlu merumuskan
pertanyaan: berapa besarkah/nilai uang 100 miliar tersebut? Anak dapat
difasilitasi melakukan kegiatan investigasi, seperti mengidentifikasi kebutuhan
di sekolahnya dan nilai/harganya (harga buku-buku pelajaran, alat olahraga,
komputer, laptop, video, bangku sekolah dan lain-lain).
Melalui kegiatan penyelidikan atau
pemecahan masalah, diharapkan anak tertarik belajar matematika (karena
berhubungan dengan kehidupan sehari-hari), membantu mereka memahami
konsep-konsep matematika secara mendalam (karena terlibat langsung dalam
mengerjakan matematika), menyadari pentingnya matematika (karena melihat peran
matematika dalam kehidupan), mengembangkan keterampilan yang esensial dimiliki
untuk kehidupan masa depannya: berfikir kritis, berkomunikasi, bekerja sama,
dan lain-lain.
0 Comments